TOEFL (Test of English as a Foreign Language), seringkali menjadi momok bagi sebagian besar orang, khususnya di Indonesia. Kali ini saya mencoba memuat tulisan saya tentang TOEFL. Semoga bermanfaat.
"Saya benar-benar kecewa karena saya GAGAL TEST TOEFL. Saya tidak lulus karena nilainya cuma segitu, sangat kecil. Benar-benar sulit test itu”
Kira-kira demikianlah ungkapan yang sering saya dengar dari mereka-mereka (teman ataupun mahasiswa) yang pernah ikut test TOEFL namun belum mendapatkan skor yang maksimal.
Ada kekecewaan pastinya mengingat usaha keras mungkin telah dicoba tapi belum juga berbuah maksimal. Nah, sebenarnya apa itu Test TOEFL? Tepatkah untuk menyampaikan ‘Saya Gagal’ dalam Test TOEFL? Dalam tulisan ini saya coba untuk berbagi informasi kepada para pembaca setia tentang Test TOEFL.
Test of English as a Foreign Language – lebih popular dengan sebutan TOEFL, merupakan salah satu test yang digunakan untuk mengukur tingkat kecakapan (proficiency) Bahasa Inggris seseorang yang bahasa ibunya (native language) adalah bukan bahasa Inggris. Jadi test ini hanya untuk mereka-mereka yang yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kesehariannya (bahasa ibu).
Karenanya TOEFL tidak berlaku bagi orang-orang yang merupakan penutur asli bahasa Inggris atau dikenal sebagai native speakers (of English). Saya sampaikan TOEFL hanya merupakan salah satu English Proficiency Test karena masih banyak test sejenis lainnya seperti IELTS, TOEIC, dan GMAT . Bedanya adalah pada setting penggunananya. Semuanya tetap bermuara untuk mengetahui kecakapan bahasa Inggris seseorang.
TOEFL merupakan test yang dikembangkan dan merupakan otoritas dari Educational Testing Service (ETS) yang bermarkas di New Jersey – USA. Test ini adalah test kecakapan bahasa Inggris yang paling popular di Indonesia jika dibandingkan dengan IELTS (International English Language Testing System) yang berkembang di UK, European countries dan Australia.
Seperti halnya test yang lain, TOEFL digunakan untuk berbagai macam hal / tujuan misalnya adalah sebagai prasyarat untuk admisi / belajar di luar negeri , prasyarat mendaftarkan beasiswa ataupun program pertukaran pelajar / mahasiswa. Dan bahkan TOEFL juga bisa digunakan sebagai alat untuk menentukan level kemampuan bahasa Inggris seseorang untuk menempatkannya dalam kelompok atau group tertentu dari kursus/pembelajaran bahasa Inggris.
Sampai saat ini, ada tiga format test TOEFL yang telah dikembangkan dari yang konvensional hingga yang modern. Yang paling konvensional (paling popular dan murah, termasuk di Indonesia) adalah Paper Based Test (PBT). Sesuai dengan namanya, dalam test ini peserta ujian diberikan dan diminta menggerjakan soal dengan menggunakan kertas dan lembar jawab seperti halnya SNMPTN maupun UAN. Test format ini dianggap paling efektif dan murah (untuk sebagian besar kalangan) karena tidak membutuhkan biaya dan peralatan yang kompleks.
Bentuk atau format yang kedua adalah Computer Based Test (CBT) yang pengerjaannya menggunakan perangkat komputer (dengan software tentunya). Karenanya, setiap orang yang mengerjakan test format ini harus menggunakan masing-masing satu set komputer dengan softwares yang telah terinstal. Test ini berbiaya cukup mahal dan membutuhkan peralatan yang lengkap khususnya adalah software/program, komputer dan perlengkapannya. Sementara bentuk yang ketiga adalah Internet Based Test (IBT) yang menggunakan media internet dalam pengerjaannya. Diperlukan biaya yang lebih mahal dan perlengkapan yang kompleks untuk bisa mengerjakan test dengan format ini.
Masing-masing format mempunyai nilai (dari minimal ke maksimal) yang berbeda-beda yaitu 310 – 677 untuk PBT, 0 – 300 untuk CBT dan 0 – 120 untuk iBT. Di Indonesia, ketika ada orang berbicara masalah nilai TOEFL, hampir bisa dipastikan apa yang mereka maksud adalah TOEFL yang bentuk PBT. Jarang dari mereka yang berbicara masalah CBT dan bahkan iBT. Menurut pengalaman dan temuan saya di lapangan, banyak sekali orang di sekitar kita yang belum tahu kalau Test TOEFL juga ada yang format komputer (CBT) dan bahkan internet (iBT). Hal ini bisa jadi dikarenakan keterbatasan informasi ataupun ketidakingintahuan lebih jauh mengenai TOEFL.
Kembali ke pernyataan diawal tulisan ini, tepatkah untuk bilang test TOEFL saya gagal? Benarkah? Jawabannya adalah TIDAK BENAR SAMA SEKALI. Hal ini dikarenakan dalam test TOEFL tidak ada standar yang menyatakan seseorang GAGAL atapun LULUS. There is no passing or failing score for TOEFL (tidak ada nilai lulus dan gagal dalam TOEFL). Yang ada adalah bahwa setiap institusi/program mensyaratkan nilai TOEFL yang berbeda-beda tergantung dari standar institusi yang diterapkan. Sebagai contoh beberapa universitas di Indonesia mensyaratkan nilai 450 – 500 minimal untuk admisi program S2 maupun beasiswa dalam negeri dan 500 – 550 (minimal) untuk kuliah (admisi) ataupun mendaftar beasiswa di luar negeri. Semakin tinggi grade sebuah program/universitas, semakin tinggi pula syarat skor minimal yang diterapkan. Kecenderungan orang untuk berkata GAGAL dalam bebrapa kasus mungkin adalah karena nilai yang didapat dari hasil test tidak bisa memenuhi syarat minimal dari program ataupun institusi tempatnya mendaftar. Karenanya mereka kemudian menarik kesimpulan sendiri kalau test TOEFL nya gagal.
Secara umum seseorang dikatakan mempunyai kecakapan bahasa Inggris yang baik adalah manakala sudah mencapai skor diatas 500 (untuk PBT). Bilamana kurang, artinya adalah kecakapan masih dalam tataran kurang/biasa/cukup dan masih harus bekerja keras lagi untuk bisa mendapatkan yang lebih maksimal. Untuk mendapatkan nilai yang baik dan maksimal tersebut diperlukan berbagai usaha dan upaya keras karena nilai bagus tidak bisa datang secara tiba-tiba tapi perlu perjuangan dan pengorbanan.
Sampai bertemu lagi di tulisan lainnya ya.. Salam hangat. *nr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar